Berita Perpustakaan

Tokoh:Ki Hajar Dewantara

Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November. Tanggal itu ditetapkan dari peristiwa bersejarah Pertempuran Surabaya yang terjadi pada 1945. Kata “Selamat Hari Pahlawan” pun menjadi trending di Twitter berkaitan dengan nama Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara adalah seorang pahlawan Indonesia. 

Dia dikenal sebagai seorang pendidik dan mendapat julukan sebagai Bapak Pendidik Indonesia. Bahkan, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara pada 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. 

Lantas, seperti apa sosok Ki Hajar Dewantara? 

Biografi Ki Hajar Dewantara

Dirangkum dari laman resmi Kemendikbud, Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Dia berasal dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta, yang merupakan salah satu kerajaan pecahan Dinasti Mataram selain Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Ki Hajar Dewantara menamatkan sekolah di ELS (Sekolah Dasar Belanda), lalu melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) meski tidak tamat lantaran sakit. 

Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai aktivis sekaligus jurnalis pergerakan nasional yang pemberani.  Dia juga menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Selain itu, pada 20 Mei 1908 ia sempat bergabung dengan Boedi Oetomo (BO) di Batavia (Jakarta) pada 20 Mei 1908.  Kemudian keluar dan mendirikan Indische Partij (IP) bersama Cipto Mangunkusumo serta Ernest Douwes Dekker atau Tiga Serangkai pada 25 Desember 1912.

Ki Hajar Dewantara dan Tiga Serangkai 

Ki Hajar Dewantara menyampaikan kritik terkait pendidikan di Indonesia yang kala itu hanya boleh dinikmati oleh para keturunan Belanda dan orang kaya saja melalui tulisan-tulisannya. 

Kemudian, pada 1913, Tiga Serangkai diasingkan ke Belanda karena tulisannya yang dianggap menghina pemerintah. Melalui Ki Hajar Dewantara, kata “Indonesia” dipakai di kancah internasional untuk pertama kalinya saat ia  mendirikan kantor berita dengan nama Indonesische Persbureau di Den Haag. 

Di sisi lain, ia juga bergabung dengan Indische Vereeniging (IV) ketika di Belanda. Indische Vereeniging (IV) merupakan organisasi pelajar Indonesia di Belanda. Pada 6 September 1919, Ki Hajar Dewantara dipulangkan ke tanah air. Lalu, dia mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa di Yogyakarta. 

Ki Hajar Dewantara juga telah mengajarkan filososi yang terkenal di dunia pendidikan yakni “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani” yang artinya “Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan”.

Setelah Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia di kabinet pertama di bawah pemerintahan Ir. Soekarno. Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957. Namun, dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa ini, tepatnya pada tanggal 28 April 1959, beliau wafat di Yogyakarta.

Ki Hadjar meyakini seni sebagai ujung tombak pendidikan. Ia menghasilkan tembang dolanan anak dari piano yang tersimpan di ruang tengah museum. Dia juga memajang lukisan Affandi di dinding kamar tidur anaknya. Bahkan, maestro lukis itu juga menjadi salah satu pamong di perguruan Taman Siswa yang didirikan Ki Hadjar.

Ki Hadjar merupakan keturunan Paku Alam III, dia juga membawa kesenian keraton ke luar wilayah kerajaan dan bisa dimainkan oleh rakyat biasa, salah satunya Tari Golek.

Membahas biografi Ki Hajar Dewantara tak lengkap kalau tidak membahas sedikit tentang Taman Siswa. Perguruan ini merupakan organisasi yang didirikan Ki Hajar Dewantara untuk memastikan seluruh anak pribumi kala itu bisa mendapatkan hak pendidikan yang setara dengan kaum priyayi atau masyarakat Belanda di Indonesia.

Ada tiga semboyan Ki Hajar Dewantara yang terkenal, yakni Ing Ngarso Sung Tulodho yang artinya di depan memberikan contoh. Ing Madya Mangun Karso, yang artinya di tengah memberikan semangat. Tut Wuri Handayani, yang artinya di belakang memberikan dorongan. Bahkan semboyan Tut Wuri Handayani kini menjadi slogan dari Kementerian Pendidikan hingga saat ini.

Bila mencermati biografi Ki Hajar Dewantara, tentu sadar dengan fakta bahwa ia merupakan keturunan keluarga kerajaan. Beliau adalah cucu dari Pakualam III. Ki Hajar Dewantara muda menempuh pendidikan dasar di ELS, semacam sekolah SD di zaman Belanda. Kemudian dia melanjutkan studinya ke sekolah dokter khusus putra, STOVIA meski tak berhasil menamatkan pendidikan lantaran sakit.

Ki Hajar Dewantara lantas bekerja sebagai wartawan. Melansir dari sejarahlengkap.com, Ki Hajar Dewantara pernah menjadi penulis di sejumlah surat kabar seperti Midden Java, Soeditomo, De Expres, Kaoem Moeda, Oetoesan Hindia, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Kepiawaiannya menulis, sifat telaten, penuh komitmen dan ulet, menjadi bekal beliau jalani karier sebagai jurnalis muda. Dia juga dikenal aktif di sejumlah organisasi sosial dan politik. Dia juga pernah bergabung dengan Indische Partij bentukan seorang keturunan asing yang mengobarkan semangat anti-kolonialisme, Douwes Dekker.

Ki Hajar Dewantara muda juga dikenal kritis. Salah satu bentuk kritik pedasnya terhadap pejabat Hindia Belanda kala itu berjudul “Andai Aku Seorang Belanda” atau yang dalam bahasa Belanda “Als ik een Nederlander was“. Tulisannya ini membuat dia ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka.

Setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara menjadi Menteri Pengajaran Indonesia yang pertama. Dia bahkan mendapat gelar kehormatan dari Universitas Gajah Mada atas semua jasanya dalam merintis pendidikan umum.

Bila teliti mencermati biografi Ki Hajar Dewantara, sosok cerdas ini juga merupakan deretan pahlawan nasional yang paling awal ditetapkan oleh Presiden pertama RI, Sukarno. Ki Hajar Dewantara adalah pahlawan nasional ke-2 yang dikukuhkan Presiden Sukarno pada 28 November 1959 lewat Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959.

Ketika menjalani pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara sempat mendapat Europeeche Akta atau ijazah dalam bidang pendidikan. Ini menjadi bekal Ki Hajar Dewantara memulai institusi pendidikan yang didirikannya dan juga mempengaruhinya mengembangkan aturan pendidikan.

Ki Hadjar percaya pada keluhuran budi pekerti yang didapat dari prinsip nasional, kultur, dan nilai-nilai ketimuran. Prinsip itulah yang mendasari asas dan tujuan pembentukan Taman Siswa setelah meninjau gaya pengajaran di sekolah buatan Belanda, Hogere Burgerschool, yang tidak memberikan pelajaran budi pekerti. Sebagaimana dipaparkannya dalam biografi Ki Hadjar Dewantara (1982: 90) yang disusun Darsiti Soeratman, model pengajaran bergaya Barat yang sekadar mencetak intelek membuat para guru terlihat seperti mandor di depan kelas yang kekurangan perhatian kepada murid-muridnya.

Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Tapi sejak 1922, ia berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Ia tak lagi menggunakan gelar bangsawan pada namanya.

Semboyan terkenal“ Tut wuri handayani, ing ngarso sung tuladha, ing madyo mangun karsa”. Itulah semboyan yang amat terkenal dari Ki Hajar Dewantara. Bahkan kalimat “Tut Wuri Handayani” hingga kini masih dipakai dalam logo Kementerian Pendidikan Nasional. “Ing ngarso sung tuladha’ itu berarti seorang pemimpin harus menjadi teladan. “Ing madya mangun karsa” artinya seorang pemimpin harus terus membangkitkan semangat. “Tut wuri handayani” berarti pemimpin harus memberikan dukungan dan dorongan moral untuk selalu berkehendak baik.

Site Statistics
  • Today's visitors: 3
  • Today's page views: : 3
  • Total visitors : 1,769
  • Total page views: 2,513