PANGGUNG KRAPYAK
OLEH: LUTHFI KHAMID (Majalah Myangkara Edisi 2 )
Tempat Berburu Keluarga Kerajaan
Kata krapyak sendiri menurut Denys Lombard dalam bukunya yang berjudul Nusa Jawa berarti cagar alam untuk perburuan. Maksudnya adalah hutan yang dilindungi oleh penguasa setempat sebagai tempat berburu binatang di dalamnya.
Sumber sejarah menyebutkan bahwa kampung Krapyak dahulunya adalah sebuah hutan yang digunakan sebagai ajang perburuan binatang khususnya rusa/menjangan. Maka penduduk sekitar juga menyebut Panggung Krapyak sebagai Kandang Menjangan.
Diceritakan pada masa sebelumnya, Putra Panembahan Senapati, Raden Mas Jolang yang kemudian bergelar Prabu Hanyakrawati sangat menyukai aktivitas berburu, khususnya berburu rusa. Suatu saat raja meninggal saat berburu di hutan Krapyak. Sang prabu kemudian dimakamkandi Pasarean Mataram Kotagede dan mendapat gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak.
Pada masa selanjutnya, yaitu pada tahun 1760 M dibangunlah Panggung Krapyak ini oleh Pangeran Mangkubumi/Sultan Hamengkubuwana I (HB I). Sultan HB I adalah arsitek ulung yang membangun Kraton Yogyakarta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pendiri Mataram ini sosok yang jenius, seniman serba bisa dan ahli siasat perang. Hal tersebut dibuktikan dengan pembangunan kraton yang sarat dengan sistem pertahanan.
Bangunan ini berbentuk seperti kubus dengan ukuran 17,6 m x 15 m dan tinggi 10 m. Material dindingnya adalah susunan bata berlapis semen merah setebal 130 cm. Setiap sisi mempunyai satu pintu dan 2 buah jendela. Bentuk pintu dan jendela semua sama, yaitu lengkung pada bagian atas dan hanya berupa lubang saja.
Bangunan terdiri dari dua lantai. Lantai 1 terbagi menjadi 4 ruang dan 2 lorong yang menghubungkan pintu masuk utara dengan selatan dan barat dengan timur. Bagian atap ruangan bagian tenggara dan barat daya terdapat lubang persegi seluas 60 cm². Pada ruang sebelah barat daya terdapat banyak lubang-lubang kecil di tembok yang berpola seperti undak-undakkan menuju lubang di atap menunjukkan
bahwa dahulu ada tangga dari kayu untuk naik ke lantai dua. Tangga kayu yang ada sekarang adalah tambahan baru hasil rehab untuk memudahkan akses ke lantai 2. Pada ruangan sebelah barat daya terdapat juga lubang-lubang yang sejajar di tembok sebelah kanan dan kiri. Belum dapat diperkirakan fungsi atau kegunaannya.
Lantai 2 bangunan ini dapat dicapai melalui undak-undakan kayu. Lantai 2 merupakan ruangan terbuka dengan pagar tembok keliling berlubang setinggi 80 cm. Ada 4 umpak di lantai atas ini, menunjukkan kemungkinan dahulu ada 4 tiang yang menyangga atap untuk menaungi ruang terbuka ini. Dan semestinya dahulu ada atap atau penutup yang melindungi lubang akses tangga naik ke lantai 2 ini agar bagian lantai dasar tidak tergenang air hujan. Kondisi bangunan ini jauh lebih baik dan tampak asri dibandingkan kondisi sebelum direhab pasca gempa Mei 2006.
Fungsi Panggung Krapyak
Selain fungsi simbolik sebagai penanda sumbu filosofi bagian selatan, Panggung Krapyak dalam sejarah dikenal sebagai tempat istirahat raja pada saat berburu di hutan Krapyak. Lubang-lubang di pagar keliling lantai atas memungkinkan raja dan kerabatnya untuk membidik binatang buruan yang berkeliaran di dalam hutan. Dari lantai atas ini, dengan mudah raja bisa memandang keadaan sekeliling, bahkan jika tidak ada deretan bangunan rumah dan pertokoan di sepanjang jalan lurus ke utara, maka pintu masuk Alun-alun Selatan/Plengkung Gading akan terlihat. Lantai atas yang begitu tinggi menimbulkan dugaan para pemerhati sejarah bahwa selain sebagai pos untuk mengintai binatang perburuan, juga berfungsi sebagai pos pertahanan bagian sisi selatan Kraton Yogyakarta. Prajurit yang bertugas menjaga pos ini akan dengan mudah mengawasi gerakan musuh dari arah selatan dan dapat secepatnya melapor ke dalam istana.
Kemungkinan lain fungsi Panggung Krapyak adalah untuk rekreasi. Dugaan ini didukung dengan cerita warga setempat bahwa dahulu terdapat kolam dan sumur tua yang terletak sekitar 400 m di sebelah timur Panggung Krapyak. Saat ini, kolam tersebut sudah tak berbekas karena sudah penuh bangunan rumah di atasnya, hanya tinggal sisa bangunan sumur tua yang sudah rusak dengan kondisi yang tidak terawat. Keberadaan sumur, kolam dan Panggung Krapyak bisa jadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sumur sebagai sumber air, kolam untuk pemandian, dan Panggung Krapyak untuk menikmati pemandangan alam sekitar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Panggung Krapyak dapat diduga memiliki 3 fungsi
sebagai berikut:
1. Fungsi simbolik
2. Fungsi rekreatif
3. Fungsi pertahanan keamanan
Panggung Krapyak Sebagai Penanda Sumbu Filosofi
Panggung Krapyak terletak pada garis imajiner sumbu filosofi Kraton Yogyakarta yaitu Tugu Pal Putih–Kraton–Panggung Krapyak adalah Paraning Dumadi. Beberapa ahli menyatakan, Panggung Krapyak melambangkan Yoni atau alat kelamin wanita, sedangkan Tugu Pal Putih melambangkan lingga atau alat kelamin pria. Pertemuan antara Panggung Krapyak dan Tugu Pal Putih ini melambangkan perjalanan hidup manusia.
Referensi:
Dwiyanto, Djoko. Kraton Yogyakarta, Sejarah, Nasionalisme, & Teladan Perjuangan. Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2013
Buku Profil Yogyakarta City of Philosophy, Yogyakarta: Dinas Kebudayaan DIY
Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris
http://tembi.net/jaringan-museum/sumur-krapyak-nyaris-tak-terjaga
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/wp-content/uploads/sites/26/2015/03/Panggung-Krapyak.jpg
https://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat